Thursday 17 November 2016

22:30


Indonesia emas 2045 merupakan program 100 tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Diharapkan pada tahun itu, Indonesia akan menjadi emas, yaitu kondisi negara yang Maju, Makmur, Modern, Madani, dihuni oleh masyarakat yang berperadaban seperti yang dimaksud.Untuk menuju impian tersebut, Indonesia memilih untuk memperbaiki pendidikan yang ada di Indonesia. Terutama pendidikan sejak dini dan merata. 
Bukan hanya di pulau jawa saja, melainkan seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Pada periode ini, bangsa kita Bangsa Indonesia dihuni oleh potensi sumber daya manusia berupa populasi usia produktif yang jumlahnya begitu banyak. Pada periode tersebut generasi penerus bangsa berada pada titk sangat produktif, sangat berharga dan sangat bernilai , sehingga perlu didikan dan dimanfaatkan dengan baik dan begar agar kuliatas sumber daya manusia Indonesia menjadi insan yang berkarakter, insan yang cerdas, dan insan yang kompetitif. Hal tersebut dinamakan bonus demografi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2011, jumlah penduduk Indonesia 2010 usia muda lebih banyak dibandingkan dengan usia tua. Dalam data itu terlihat, jumlah anak kelompok usia 0-9 tahun sebanyak 45,93 juta, sedangkan anak usia 10-19 tahun berjumlah 43,55 juta jiwa. Nanti pada 2045, mereka yang usia 0-9 tahun akan berusia 35-45 tahun, sedangkan yang usia 10-20 tahun berusia 45-54.

Lalu siapakah yang termasuk dalam golongan generasi emas? Apakah mahasiswa termasuk di dalamnya? Jawabannya adalah iya, mahasiswa merupakan generasi emas bangsa yang seringkali digambarkan sebagai sosok unggul, pilihan, kreatif dan memilki integritas tinggi serta intelektual yang luar biasa. Mahasiswa. Awal pergerakan, pergerakan peradaban, pergerakan pemikiran, pergerakan idealisme. Mahasiswa bukan hanya sebagai penggerak terhebat tetapi juga kelompok intelektual yang memilki pemikiran yang layak diperhitungkan. Idealisme kuat, kritis, kreatif tetapi tidak anarkis menjadi kekuatan mahasiswa. Yah itulah mahasiswa sebagai Generasi Emas. Generasi perintis perubahan dalam rangka membentuk kehidupan dan peradaban bangsa yang dinamis ke arah yang lebih baik.

Apabila Soekarno menyebutkan bahwa sepuluh pemuda akan mampu beliau gerakkan untuk mengguncang dunia, maka apa jadinya apabila lebih dari sepuluh pemuda berkualitas yang digerakkan untuk mengubah Indonesia.

Untuk mewujudkan cita-cita itu, investasi untuk menanam generasi emas Indonesia mulai dilakukan mulai tahun ini. Berbagai langkah konkrit telah dilakukan pemerintah, salah satunya yaitu menyiapkan grand design pendidikan untuk merealisasikan rencana besar yang diharapkan terwujud di tahun 2045 itu. Beberapa poin yang ada di dalam grand design antara lain yaitu :
1.  Pendidikan anak usia dini digencarkan dengan gerakan PAUD-isasi, peningkatan kualitas PAUD, dan pendidikan dasar berkualitas dan merata.
 2. Selain itu, pembangunan sekolah/ruang kelas baru dan rehabilitasi bangunan tempat kegiatan belajar mengajar yang sudah tak layak akan dilakukan secara besar-besaran.
3. Ada aspek pelajarnya, Pemerintah akan mengupayakan intervensi khusus untuk meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) siswa SMA/ sederajat. Pak Nuh menambahkankan bahwa melalui upaya percepatan ini diharapkan APK SMA/sederajat dapat mencapai 97 persen pada 2020. Sementara bila tanpa intervensi persentase APK yang sedemikian diperkirakan baru tercapai pada 2040.
4. Di sisi lain peningkatan APK perguruan tinggi juga dilakukan dengan meningkatan akses, memastikan keterjangkauan, dan memastikan ketersediaan.

Di sisi lain, ada hal semacam kekhawatiran yang membayangi terus-menerus, yaitu bonus demografi ini selain bisa mendatangkan profit, tentu bisa juga mengakibatkan bencana. Diibaratkan 2 mata sisi uang yang tak bisa dipisahkan. Dua hal yang memang ditakdirkan terjadi di dunia ini. Ada putih ada hitam. Ada baik ada pula buruk. Ada kesuksesan ada pula kegagalan. Harus kita yakini bahwa yang bisa mendatangkan profit atau menolak bencana ini hanyalah Allah SWT. Manusia hanyalah berhak berusaha dengan sekuat denaga dan berdo’a sebanyak-banyaknya.

Tertuang dalam sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, sudah pasti harus menyandarkan cita-cita, harapan, rencana, grand design dan keinginan-keinginan yang lain hanyalah kepadanNya. Buka kepada selainNya. Bila sandaran kita bukan Tuhan YME maka saya pastikan segala cita-cita itu hanyalah tebar pesona. Bukankah dalam dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”?

Tujuan akhir dari pendidikan nasional kita adalah untuk mendekatkan sedekat-dekatnya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena dengan mendekat, maka Tuhan akan cinta. Bila kita telah cinta sama Tuhan, balasannya yang pasti Tuhan sayang dengan kita. Tidak mungkin bertepuk sebelah tangan, karena Tuhan memang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dengan adanya kedekatan dan rasa sayang itu pula, pada akhirnya cita-cita, keinginan dan segala rencana kita, akan lebih mudah tergapai dan terlaksana. Dan pastinya mendatangkan berkah bukan bencana.

Tantangan pendidikan di era informasi saat ini, mengharuskan Guru untuk lebih kreatif, inovatif dan inspiratif dalam mendesain kegiatan pembelajaran yang bermutu untuk menyongsong generasi emas Indonesia Tahun 2045. Dengan jumlah penduduk lebih dari 240 juta jiwa, Guru menjadi kunci utama keberhasilan sumber daya manusia yang tidak hanya produktif tetapi juga unggul dan religius. Ini juga tidak terlepas dari upaya pemerintah untuk bersinergi mencerdaskan anak bangsa.

Peran Guru yang tidak hanya mengajar, termaktub dalam UU No. 14 tahun 2005, Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Sedangkan hakikat guru menurut Ki Hajar Dewantara adalah ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani yakni di depan menjadi contoh jika di tengah membangkitkan hasrat belajar dan jika dibelakang memberikan dorongan.

Pendidikan memang bukanlah persoalan yang mudah, bila kita tanam sekarang ia dapat dirasakan hasilnya 20 tahun mendatang. Maka dari itu, kita harus bersinergi untuk mewujudkan generasi emas 2045 (100 tahun Indonesia Merdeka). Persoalan-persoalan itu dapat kita pecahkan bersama-sama dengan bergandengan tangan. Tidak ada lagi yang lalai dalam tugas mendidik, tidak saling adu jotos, merokok di sekolah, jujur dalam mengelola anggaran pendidikan, terlebih lagi guru mau menjadi pembelajar sejati dan terus berusaha untuk meningkatkan kapasitas dirinya sehingga dapat terwujud Guru teladan (good teachers).

Karenanya pendidikan yang bermutu harus terus diupayakan oleh sang guru. Mereka adalah mutiaranya agent of change, pelaku perubahan agar menghasilkan manusia Indonesia yang religius, cerdas, produktif, andal dan komprehensif melalui layanan pembelajaran yang prima terhadap peserta didiknya, sehingga terwujud generasi emas tahun 2045.

0 komentar:

Post a Comment